Perjalanan The Sims

Iseng-iseng browsing tentang the sims series dan sekarang ingin berbagi informasi kepada seluruh pecita the sims :D

Pastinya tahu tentang game simulasi yang satu ini, sebuah game yang bisa disebut sebagai game simulasi tentang kehidupan. Membangun sebuah karakter dengan segala sifat baik maupun buruk, berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan hal yang lain seperti layaknya membangun sebuah kehidupan dalam dunia nyata. Game tersebut bernama The Sims.

The Sims adalah Sebuah permainan yang akhirnya menjadi besar dan menjadi salah satu waralaba yang paling produktif dalam sejarah game. Tepatnya pada tanggal 4 Februari 2000 game ini pun lahir. Dimulai dari tangan dingin kreatornya Will Wright yang dikemas secara apik, dipublikasikan oleh studio Maxis dan didistribusikan oleh Electronic Arts (EA). Sejak hari itu game The Sims mampu terjual hingga 100 juta kopi untuk sekuel dan ekspansi gamenya dengan menghasilkan total pemasukan USD 2.5 Miliar, sehingga the sims dinobatkan sebagai sebuah permainan komputer dengan hasil penjualan terbesar dalam sejarah.

Semua game The Sims berfokus pada kehidupan orang virtual yang disebut sebagai Sims. Pemain dapat mengontrol aktivitas keseharian Sims, seperti menyuruhnya tidur, makan, membaca, atau mandi. Dalam rangka untuk mendapatkan menyambung hidup, Sims harus mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan, semua dapat menempati waktu luang mereka dengan sosialisasi, meditasi, kebersihan dan asmara, dan semuanya itu harus tetap seimbang. Setiap rilis seri terbaru (bukan ekspansi) telah diperkenalkan sebuah kemampuan, pilihan baru bagi perilaku Sims dan dengan grafis yang lebih baik pula. Sebagai contoh, jenis kelamin, kelahiran, penuaan dan kematian baru diperkenalkan pada game The Sims seri ke dua. Will Wright, desainer game ini menyebutkan bahwa The Sims sebagai permainan rumah-rumahan digital (digital dollhouse) yang kompleks.

Maxis pun telah menciptakan game The Sims sebanyak 3 seri dengan beberapa ekspansi yang tersedia. Banyak bukan? Berikut ini adalah beberapa game The Sims dari awal hingga game terbarunya (The Sims, The Sims 2 dan The Sims 3) disertai dengan ekspansi yang tersedia untuk ketiga serinya.

The Sims

Inilah game seri pertama The Sims yang benar-benar menggebrak dunia game dan sebagai dasar pengembangan game The Sims Berikutnya. The Sims seri pertama ini terhitung memiliki banyak expansion pack yaitu berjumlah 7 ekspansi, diantaranya;
  • The Sims: Livin' Large (31 Agustus 2000)
  • The Sims: House Party (21 April 2001)
  • The Sims: Hot Date (12 November 2001)
  • The Sims: Vacation (28 Maret 2002)
  • The Sims: Unleashed (7 November 2002)
  • The Sims: Superstar (13 Mei 2003)
  • The Sims: Makin' Magic (29 Oktober 2003)

The Sims 2


Seri Terbaru dari game The Sims yang dirilis pada tanggal 4 September 2004 di Amerika Utara. Seperti pada seri sebelumnya, The Sims 2 juga memiliki Exspansion pack yang tidak kalah banyak yaitu 8 ekspansi. Seperti;

  • The Sims 2: University (1 Maret 2005)
  • The Sims 2: Nightlife (13 September 2005)
  • The Sims 2: Open for Business (2 Maret 2006)
  • The Sims 2: Pets (17 Oktober 2006)
  • The Sims 2: Seasons (1 Maret 2007)
  • The Sims 2: Bon Voyage (4 September 2007)
  • The Sims 2: FreeTime (26 Februari 2008)
  • The Sims 2: Apartment Life (27 Agustus 2008)


 The Sims 3


Seri paling anyar dari waralaba The Sims yang baru dirilis pada tanggal 2 Juni 2009. The Sims 3 ini tidak kalah laris dari seri sebelumnya, The Sims 3 telah terjual lebih dari 4,5 juta unit di seluruh dunia sejak dirilis dan dinobatkan menjadi game PC telaris untuk wilayah Amerika dan Eropa pada tahun 2009. Game ini memiliki 7 ekspansi :

The Sims

Kalo ditanya game favorite aku apa pastinya aku bakalan jawab  The Sims!! :*
Menurut aku game ini game terkeren dari yang paling keren. Udah jatuh cinta dari pertama kali main waktu jaman SMP masih main yang the sims 1. Kalo nggak salah tau game itu berasal dari fd syeda. Awalnya bingung abisnya pas bikin rumah uangnya abis terus. Setelah nanya-nanya ternyata ada cheat nya yang bisa banyakin uang. Nah karena punya duit banyak keasyikan bikin rumah sebagus-bagusnya. Setelah lumayan hebat main the sims yang ini, zhafirah punya thesims 1 yang 1 pack dari livin large, house party, hot date, vacation, unleashed, superstar dan makin' magic. Minjam kasetnya trs install ke komputer. Makin ketagihan maen the sims. Pokoknya gak pernah bosan saking serunya.
Sampailah bertemu sama the sims 2 dan berasal dari zha juga. Di instalin sama tantenya zha. Kalo nggak salah yang university sama apartment life. Dua kata : SANGAT SERUUUU!!!
Tapi sayang nggak bertahan lama soalnya waktu itu laptop di install ulang jadi semua datanya ilang :(
Goodbye thesims 2, padahal waktu itu belum puas maennya u,u
Baiklah, buka lembaran baru bersama the sims 3 :D
The sims 3 dapatnya dari zha lagi pas kelas 1 SMA :D
The sims 3 gak jauh beda sih sama the sims 2, tapi lebih enak soalnya bisa jalan jalan keliling kota :D
Pas mau naik kelas 2 SMA komputer di install ulang dan kehilangan the sims 3 lagi u,u
Awal kelas 3 pas masi libur bongkar-bongkar laptop ternyata the sims 3 yg belum di install masih ada. Iseng nyobain nginstal gak bisa-bisa. Agak ribet ternyata. Cari-cari info di internet akhirnya berhasil dan sampai sekarang lagi main the sims3 :D
Oiya tadi browsing tentang the sims 3, kayaknya the sims 3 yang generations seru deh. Pengeeeeeeeeen u,u

Tugas Bahasa Indonesia

Tugas ini di buat waktu kelas X SMA :D
MATAHARIKU

Mentari pagi yang indah dan sangat menyilaukan langsung menerobos melalui jendela kamarku. Aku terbangun dari mimpi indahku, kemudian membuka mata lalu menyipit kesilauan.
“Akhirnya datang jugaaa!!”
Dengan bersemangat aku beranjak dari tempat tidurku dan langsung menuju ke balkon di kamarku untuk menghirup segarnya udara pagi ini.
“Huaaaahh.....!!!”, gumamku sambil merentangkan kedua tangan. Burung-burung berkicau riang seolah menyambut datangnya pagi yang indah ini. Hari ini adalah hari pertamaku sebagai siswi SMA. Aku merasa sangat senang dan begitu bersemangat. Rasanya tidak sabar untuk menjalani hari ini.
Namaku Pricilla Aurellia. Biasanya dipanggil Lala. Sekarang, aku siswi kelas 1 SMA di salah satu SMA favorit di kotaku. Aku sangat bersyukur atas kehidupanku saat ini, aku memiliki orangtua yang sangat menyayangi dan selalu memberikanku dukungan, aku juga mempunyai sahabat yang selalu ada untukku, dan juga pacar yang sangat aku cintai. Wajahku lumayan manis, kulitku putih, rambutku lurus panjang dan berwarna agak kecokelatan. Aku bertubuh mungil. Aku tamatan dari salah satu SMP favorit, disana aku termasuk siswi berprestasi. Semoga di SMA aku juga masih bisa menjadi siswi berprestasi. Aku merasa kehidupanku begitu sempurna saat ini dan aku sangat bersyukur pada Tuhan atas karuniaNya itu.
“Lala.....!!!! Cepat mandi....”, teriak mamaku.
“Iya maa....!”, sahutku dan langsung menuju kamar mandi.
Aku pun langsung mandi dan berpakaian. “Yeee! seragam putih abu-abu. Akhirnya aku sekarang adalah siswi SMA. Good bye putih biru!”, sorakku dalam hati.
“Lala...! Sarapannya sudah siap. Cepat sarapan, nanti telat lho!”, teriak mama lagi.
“Iya maa, bentar lagi Lala sarapan”
Aku pun berlari menuju meja makan dan menyantap nasi goreng buatan mama yang sangat lezat.
“Tiit...tiiit” suara klakson mobil berbunyi dari depan rumahku. Itu pasti Aldo! Ya, Aldo adalah pacarku saat ini. Kami berpacaran semenjak kami lulus SMP, kurang lebih dua bulan yang lalu. Kami berasal dari SMP yang sama dan sekarang kami juga bersekolah di SMA yang sama.
Aku langsung cepat-cepat menyelesaikan makanku lalu memakai sepatu dan langsung menuju depan rumah. Tidak lupa aku menyalami tangan dan mencium kedua pipi orangtuaku.
“Ma, pa, Lala berangkat sekolah dulu ya”
“Iya, hati-hati di jalan, bilang ke Aldo jangan ngebut ya”, pesan mama.
“Iya ma”, ucapku dan langsung berlari ke depan rumah. Kemudian aku pun masuk ke dalam mobil Aldo.
“Pagi cantik”, ucap Aldo.
“Pagi juga”, jawabku sambil tersenyum.
Aldo mulai menjalankan mobilnya dan melaju meninggalkan rumahku. Sepanjang jalan, seperti biasa kami mengobrol sambil bercanda satu sama lain.
Sesampainya di sekolah, Aldo langsung memarkir mobilnya, kemudian kami berjalan beriringan memasuki gedung SMA Permata Bangsa. Dan, inilah sekolah baruku. Gedungnya memang tidak sehebat SMPku, tapi sekolah ini merupakan sekolah bertaraf internasional. Itulah yang membuatku tertarik bersekolah disini. Walaupun harus berpisah dengan sahabatku yang bersekolah di SMA lain. Aku harap kehidupanku di sekolah ini bisa semenyenangkan di sekolahku yang dulu.
“Teng...teng...teng...”, bel tanda masuk berbunyi. Aku dan Aldo pun berpisah, kemudian masuk kelas masing-masing. Aku dan Aldo pisah kelas, aku di kelas 10-1 dan Aldo di kelas 10-3.

***

            Dua bulan sudah aku menjadi siswi SMA. Kehidupan SMA ku lumayan menyenangkan. Aku mendapatkan teman-teman yang sangat seru dan kami pun mulai akrab. Tapi, aku dan Aldo mulai sering bertengkar. Cuma gara-gara hal sepele sih, misalnya aku lagi ngobrol dengan teman sekelasku yang cowok, nah si Aldo langsung cemburu. Berantem deh kita. Terus ya, si Aldo mendadak jadi sok sibuk. Nyebelin deh!
            “La, hari ini aku nggak bisa nganterin kamu pulang soalnya aku ada eskul pas pulang sekolah. Gak papa kan?”, kata Aldo.
            “Iya, gak papa”, ucapku.
            Pada suatu hari, tepatnya pada hari jadi kami yang ke 4 bulan, Aldo janji ngajakin aku jalan pas pulang sekolah. Katanya mau ke tempat yang spesial. Aku jadi tidak sabar menunggu waktu pulang sekolah. Satu jam sebelum pulang sekolah, tiba-tiba Aldo mengirimiku sms.
            “La, maaf ya kayaknya hari ini kita gak jadi pergi deh. Soalnya aku ada rapat osis”, katanya.
            “Oh, ya uda deh”, balasku dengan kecewa.
            Makin hari Aldo semakin sibuk dengan kegiatannya. ESKUL, OSIS, ESKUL, OSIS. Aaaaaaargh, menyebalkan. Saking sibuknya dengan kegiatannya itu, makin hari dia makin gak ada waktu buat aku. Kita jarang ketemu, padahal satu sekolah. Kita udah jarang pergi pulang sekolah bareng. Kita juga jarang komunikasi, bahkan sekedar sms dan telpon pun jarang. Aku juga udah gak pernah dapat perhatian dari dia lagi. Aldo berubah, tidak seperti Aldo yang dulu lagi. Aku ngerasa kita tuh kayaknya jauuuuh banget. Sekarang kayaknya aku udah bukan sesuatu yang penting lagi bagi dia. Aku benar-benar gak tahan.
            “Sayang...”, tiba-tiba Aldo menelponku.
            “Ya.. kenapa?”, jawabku.
            “Gak papa, kangen aja”, balasnya.
            “Oh”, jawabku singkat.
            “Singkat banget ngomongnya? Kenapa? Marah ya sama aku?”
            “Gak kok. Gak papa. Tumben nelpon?”
            “Emangnya gak boleh?”
            “Haha. Biasanya kan kamu s-i-b-u-k sibuk.”
            “Kok kamu ngomong gitu sih?”
            “Tapi emang sibuk kan, sampe lupa sama pacarnya.”
            “Kamu tuh kenapa sih? Ya gak mungkin lah aku lupa sama kamu.”
            “Tau nggak sih tiga hari ini aku sedih banget karena gak dapat kabar dari kamu? Kamu kemana aja sih?  Bisa-bisanya kamu gak ngasi aku kabar sama sekali? Bisa-bisanya kamu ngilang gitu aja?”
            “Maaf, kamu kan tau kesibukan aku sekarang.”, jawabnya enteng.
            “Oke, aku tau dan sangat tau. Aku sadar sekarang, kesibukanmu itu lebih penting daripada aku kan? Aku tau aku memang bukan hal yang penting lagi bagi kamu.” balasku
            “KAMU KOK EGOIS SIH! NGERTIIN AKU DIKIT KENAPA!”, bentaknya dan membuatku cukup kaget dan sangat emosi. Dia pikir dia gak egois? Dia kan selalu mementingkan dirinya sendiri? Ngertiin dia? Selama ini aku udah cukup berusaha untuk ngertiin dia, tapi dia? Apa dia juga ngertiin aku? Aku udah cukup bersabar beberapa bulan ini. Kali ini aku sudah tidak bisa bersabar lagi.
            “EGOIS? Kamu pikir kamu nggak EGOIS? Selama ini kamu yang egois! Selalu mementingkan diri kamu sendiri! Ngertiin kamu? Selama ini aku udah beusaha untuk ngertiin kamu dan segala kesibukan kamu! Tapi kamu? Apa kamu ngertiin aku?”, ucapku meluapkan semua emosiku yang tertahan beberapa bulan ini.
Aldo terdiam mendengar perkataanku. Aku pun langsung menutup telpon. Dadaku sesak dan sakit. Air mata mulai menggenangi pelupuk mataku. Aku menangis. Aldo benar-benar sudah berubah, bukan Aldo yang biasa aku kenal, bukan Aldo yang selalu membuatku tersenyum dan tertawa, bukan Aldo yang selalu ada untukku, aku sangat merindukan Aldo yang dulu.
             
***

Dua hari berlalu semenjak pertengkaran di telepon itu. Dua hari pula aku dan Aldo tidak berkomunikasi sama sekali. Kalau tanpa sengaja berpapasan di sekolah, Aldo pura-pura tidak melihatku. Rasanya sangat menyakitkan.
Pada hari ketiga, setelah jam istirahat pertama, Aldo mengirimiku sms. Aku pun tersenyum. Langsung cepat-cepat aku membuka sms darinya itu. Ternyata itu adalah sms bencana untukku.
“Kita udah gak cocok, jadi kita putus”, ucap Aldo. Membaca sms itu membuatku dadaku serasa teriris pisau kemudian lukanya ditetesi cuka. Sakit. Perih. Belum pernah aku merasa sesakit ini. Sepanjang pelajaran aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi. Aku berusaha tetap tegar dan tersenyum. Satu hal yang kuinginkan sekarang : PULANG! Masih empat jam lagi waktu pulang sekolah. Empat jam terlama yang pernah aku rasakan.
Sepulang sekolah aku langsung membuka facebookku, Aldo sudah mengubah status hubungannya menjadi lajang dari 4 jam yang lalu. Karena sudah tidak tahan lagi, air mataku tumpah meluapkan seluruh kekesalanku pada Aldo. Langit yang sedari tadi mendung pun mulai ikut menangis. Aku menangis karena aku terlalu kesal pada Aldo. Aku tidak menyangka segampang itu dia meninggalkanku hanya dengan alasan sederhana : “kita udah gak cocok”. Aku sangat terpukul atas kejadian hari ini.
Kemudian aku menelpon sahabatku, Rena. Rena dan aku berbeda sekolah, ia sahabatku sejak kelas 1 SMP. Rena adalah sahabat terbaikku. Hanya dia tempat aku bisa bercerita apapun. Aku menceritakan semuanya pada dia. Aku tau saat ini Rena berusaha untuk menghiburku, tapi aku tetap tidak bisa melupakan kesedihanku.
Sebulan telah berlalu semenjak aku dan Aldo putus. Aku masih dalam suasana berduka. Setiap hari aku selalu membaca sms-sma lama dari Aldo yang masih aku simpan di handphoneku. Dari awal sampai sms terakhir yang menghancurkan hidupku. Sms yang membuat aku menangis hampir setiap malamnya. Aku tidak mengerti mengapa aku menjadi begitu cengeng hanya gara-gara hal ini.
Jujur, entah mengapa tanpa kehadirannya dihidupku, aku merasa sendiri. Aku kesepian. Aku merasa kosong. Mungkin aku hampir gila sekarang, aku begitu menginginkannya, begitu merindukannya. Aku selalu berkhayal dia ada disisiku. Aku selalu bermimpi tentang dia. Sampai sekarang aku tidak mengerti apa yang bisa membuat dia berubah sejauh ini? Aku lelah memikirkannya.

***

Wali kelas memanggilku untuk mengikuti seleksi pertukaran pelajar di Australia untuk mewakili sekolahku. Aku memutuskan untuk mengikuti seleksi itu dan ternyata aku LOLOS! Selama satu bulan aku akan berada di Australia bersama beberapa siswa dari SMA lain. Aku sangat senang. Semoga dengan kesibukanku aku bisa melupakan Aldo.
Hari keberangkatan pun tiba, aku diantar oleh kedua orangtuaku dan Rena ke bandara.
“Hati-hati ya nak disana”, kata papa sambil mengacak rambutku.
“Iya pa, tenang aja. Lala pasti bakalan baik-baik aja disana”, ucapku sambil tersenyum.
“Jangan telat makan ya, nanti maagnya kambuh. Kalau ada apa-apa langsung telpon mama”, kata mama.
“Hati-hati ya La, bakalan kangen nih aku sama kamu. Oleh-olehnya jangan lupa ya untuk sahabatmu tercinta ini”, kata Rena sambil memelukku.
“Iya, iya. Lala berangkat dulu ya semuanya. Dadaaah!.”

***

Sebulan telah berlalu, aku pun telah kembali ke Indonesia. Selama pertukaran pelajar aku banyak mendapatkan pelajaran berharga. Sekarang bahasa Inggrisku sudah lumayan lancar, disana aku juga banyak mendapatkan teman baru. Yang lebih penting lagi, aku sudah tidak terlalu memikirkan Aldo.
Aku masih memiliki waktu 1 hari untuk beristirahat dirumah. Rasanya malas untuk kembali ke sekolah dan kembali ke aktivitas biasa.
Sesampainya di rumah, mang Udin membukakan pagar kemudian membawakan barang-barangku ke dalam rumah. Aku disambut oleh kedua orangtuaku. Kemudian kami makan siang bersama.
Setelah itu aku langsung menuju ke kamarku.“Huaaaaah! Akhirnya kembali ke kamarku yang supernyaman!”, ucapku sambil merebahkan diri di tempat tidur. Dalam waktu  kurang dari lima menit aku sudah tertidur pulas.
“La....! Bangun, udah malam nih. Mama udah nyiapin makan malam yang enak loh buat kamu”, kata mama sambil mengguncang-guncangkan tubuhku.
“Bentar lagi ma, masih ngantuk.”
“Ayo bangun, jadi cewek nggak boleh malas”
“Iya deh”, dengan terpaksa akhirnya aku bangun kemudian makan, setelah itu mandi.
Waktu masih menunjukkan pukul delapan malam, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Rena untuk memberikan oleh-oleh untuknya.
Sesampainya di rumah Rena, aku sangat kaget karena di depannya sudah terparkir mobil Aldo. Aku tidak mengetuk pintu dulu karena pintunya sudah terbuka. Jadi aku langsung masuk ke rumah Rena dan menuju ke ruang tamu. Dan aku menemukan kejutan hebat. Betapa terkejutnya aku melihat Rena dan Aldo sedang berpelukan dengan mesra. Aku diam terpaku menyaksikan adegan romantis di depan mataku.
“Rena!? Aldo!?” panggilku syok.
“Lala?!” ucap mereka berbarengan tak kalah syoknya denganku. Rena menatapku dengan kaget kemudian langsung menjauhkan dirinya dari Aldo.
“La,” Rena mulai mendekatiku. Aku mengangkat tangan, menahan agar ia tidak mendekatiku.
“Bagaimana bisa kalian setega ini padaku?” ucapku dengan suara tercekat. Air mataku jatuh begitu saja.
“La, biar aku jelasin...”
“Nggak perlu,” kataku terisak. Rena terlihat pucat dan wajahnya memancarkan kekhawatiran. Aku langsung berlari keluar rumah, Rena dan Aldo mengejarku. Lalu aku berhenti, “Jangan dekati aku!”.
“Tunggu La, dengerin penjelasan aku dulu” kata Rena.
“Udalah, gak ada yang perlu dijelasin lagi” ucapku langsung masuk ke mobil dan mengendarainya pergi. Angin berhembus kencang, petir mulai bergemuruh. Seperti tersambar petir, dadaku pun ikut bergemuruh. Detik berikutnya hujan turun dengan lebatnya. Aku terus mengendarai mobilku tanpa tujuan. Sakit yang kurasakan saat ini sungguh tak terlukiskan. Bagaimana bisa aku dikhianati dua orang yang aku sayangi sekaligus?
Aku membelokkan mobilku ke sebuah taman yang sepi. Aku duduk di bangku paling ujung di taman itu ditemani oleh hujan yang membasahi tubuhku. Tak seorangpun yang berada di taman itu, aku sendirian. Kemudian aku menangis sejadi-jadinya disana.
“Tuhan, aku sudah tidak sanggup dengan semua ini. Kapan semua kesedihan dan kesakitan ini bisa berakhir? Katanya Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umatnya? Aku sudah tidak sanggup dengan cobaan yang engkau berikan” air mataku mengalir deras.
“Aku...” tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku. Aku terkejut dan menoleh ke belakang. Seorang lelaki bertubuh tinggi berdiri di belakangku sambil memegang payung.
“Fajar? Kok ada disini?”, kataku. Ternyata ia adalah Fajar. Fajar  adalah kenalanku waktu mengikuti pertukaran pelajar di Australia. Ia adalah perwakilan dari SMA Pelita Harapan. Aku dan Fajar paling sering berbeda pendapat dalam hal apapun sehingga kami sering bertengkar. Pokoknya tiap hari seperti tom and jerry.
“Disebelah sana kan rumahku, lah kamu ngapain disini? Ujan-ujanan lagi kayak orang gila.”
“Gak ngapa-ngapain, Cuma iseng aja ke taman ini.”
“Ya udah yuk kerumah aku aja, daripada kamu sendirian disini kayak orang gila”.
“Gak, nggak usah”.
“Ayoook, ikut aku aja. Udahlah basah kuyup, kayak tikus kecebur got aja. Kamu kedinginan kan? Nanti sakit loh” ucap Fajar sambil menyeretku. Mau tidak mau aku mengikuti langkah Fajar. Sampailah pada sebuah rumah yang bisa dibilang mewah. Fajar mempersilahkanku masuk kemudian memberikan handuk dan menyuguhkan teh hangat.
Tidak kusangka ternyata Fajar baik hati. Soalnya selama ini dia selalu bertingkah menyebalkan dan membuatku naik darah.
“Makasih ya Jar” ucapku dengan senyuman tipis.
“Oke oke. Ngapain sih kamu malam-malam keluyuran? Mana ujan lebat lagi. Gak baik tau.”
“Hehe”, aku hanya tersenyum pahit.
“Kok kamu agak beda ya? Gak kayak biasanya?”
“Beda gimana?”
“Pokoknya beda deh. Kayak gak bersemangat gitu. Lagi ada masalah?”
“Iya”
“Hmm.. kalo boleh tau masalah apa sih? Siapa tau aku bisa bantu?”
“Yah biasalah masalah percintaan anak SMA”, kemudian aku menceritakan semuanya pada Fajar. Entah kenapa aku bisa begitu terbuka padanya. Padahal biasanya aku lebih memilih memendam sendiri masalahku daripada menceritakannya pada orang lain, apalagi menceritakan pada orang yang belum lama ku kenal. Satu persatu kata mengalir dari mulutku. Aku bercerita pada Fajar sambil menangis, aku menceritakan semua beban yang kupikul selama beberapa bulan terakhir ini.
“Sabar aja, Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik. Kamu gak bisa terus-terusan seperti ini, kamu harus bangkit. Semua hal yang terjadi pasti ada hikmahnya. Kamu gak boleh membenci mereka, karena semakin kamu membenci mereka itu akan menambah beban di diri kamu. Sekarang berfikirlah positif dan coba buat mengikhlaskan semua hal yang sudah terjadi.”
Aku terpaku dan terdiam cukup lama, merenungkan kata-kata Fajar yang memang ada benarnya.
Satu jam berlalu, hujan pun telah berhenti. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Setelah bercerita pada Fajar tadi, aku merasa lega. Aku merasa beban berat yang kurasakan mulai berkurang. Aku masih terngiang dengan kata-kata yang Fajar ucapkan setelah mendengar ceritaku tadi.
Aku mengecek handphoneku, ada puluhan sms dan panggilan tidak terjawab dari Rena dan Aldo. “Maaf” Cuma itu inti dari semua pesan mereka. Haruskah aku memaafkan mereka yang sudah begitu tega menyakitki hatiku? Ya, aku tau aku memang harus memaafkan mereka, tapi tidak sekarang.

***

Semenjak hari itu, aku jadi akrab dengan Fajar. Semakin hari kami tambah akrab. Kehadiran Fajar dihidupku sedikit demi sedikit mulai menghilangkan sakit hatiku karena Aldo dan Rena. Fajar bagaikan mentari yang membuat hidupku kembali bersinar.
Sedikit demi sedikit aku mulai bisa memaafkan Rena. Mungkin besok aku akan menemui Rena untuk berbaikan dengannya.
Kringg...kriiing...
“Duuuuuh! Siapa sih yang nelpon malam-malam gini?” dengan malas aku mengangkat telepon. “Halo.”
“La..” panggil suara yang sangat kukenal itu dengan ragu. Jangan dia, jangan dia, aku belum siap.
“Hm..  ya?” sahutku takut.  
“Ini Rena.” Memang dia. Selama ini telepon dan sms dari Rena masih kuabaikan, bahkan saat dia datang kerumahku aku tidak mau bertemu dengannya.
“Oh” sahutku.
“Apa kabar?’
Aku hanya diam.
“La...” Rena memanggilku dengan pelan. “Kamu masih marah ya?” tanyanya dengan takut.
Aku masih diam.
“Aku...aku minta maaf ya. Aku gak tau harus berapa kali lagi minta maaf agar kamu mau maafin aku dan kita bisa kayak dulu lagi. Aku gak tau lagi harus minta maaf kayak gimana lagi sama kamu, La.”
“Udalah” sahutku akhirnya.
“Tolong dengerin penjelasan aku, La. Aku tau kamu masih sayang sama Aldo. Aku gak pernah berencana untuk naksir dia, aku bersumpah. Semua terjadi begitu aja. Aku gak tau sejak kapan perasaan itu mulai tumbuh” kata Rena dengan tangis.
“Kenapa kamu gak pernah cerita ke aku? Kenapa kamu gak terus terang?”
“Maaf, waktu itu aku gak mau ngebuat kamu tambah sedih, La. Aku menunggu waktu yang tepat buat ngasi tau ke kamu. Kamu sahabatku La.”
“Sahabat yang tega membohongi sahabatnya” sahutku.
“Ma...ma...af La. Aku bersedia ngelakuin apapun asal kamu mau maafin aku. Apapun.”
“Ya udalah. Aku gak mau memperpanjang masalah. Aku juga udah mulai ikhlas atas kejadian ini dan menerima kenyataan. Hati aku memang masih sakit, tapi mungkin waktu yang bisa menyembuhkannya.”
“Makasih, La. Makasih kamu tidak membenciku.”
“Semarah apapun aku, aku akan coba maafin kamu, karena kamu adalah sahabatku satu-satunya.”
“Sekali lagi maafin aku ya, La.”
Aku tersenyum dalam ketenangan. Air mataku mulai menetes.
“La, kamu mau kan datang ke pesta ulang tahunku lusa?”
“Pasti” ucapku mantap.
Akhirnya aku berbaikan dengan Rena.

***

Keesokan paginya, aku dan Fajar lari pagi. Aku bercerita tentang obrolanku dan Rena di telepon semalam.
"Bagus dong kalo kalian udah baikan."
"Jar, hari ini ulang tahun rena dan aku diundang ke pestanya nanti malam. Kayaknya aku belum siap ketemu Rena deh. Apalagi kayaknya bakalan ada Aldo.”
"Nyantai aja lagi. Anggap kayak gak pernah terjadi apa-apa sama kalian."
"Tapi susah, Jar. Aku takut aku gak kuat."
"Yaudah aku temenin. Mau?"
"Gak ngerepotin?"
"Nggak kok, tenang aja" kata Fajar sambil tersenyum tulus.

***

Di pesta ulang tahun Rena...
"Happy birthday Ren", kataku.
"Makasih ya kamu udah mau dateng", kata Rena kemudian langsung memelukku.
"Oh iya, ini buat kamu", kataku dan memberikan sebuah kado untuk rena.
"Makasih ya, La. Ngomong-ngomong ini siapa? Pacar baru ya?"
"Bukan kok, ini teman aku. Kenalin ini Fajar."
"Hai jar, aku Rena", Fajar dan Rena berjabatan tangan.
Tak lama kemudian datanglah seseorang yang sangat aku kenal dan paling aku hindari selama beberapa bulan ini. Ya, dia Aldo. Aku dan Aldo sempat beradu pandang, kemudian aku menunduk. Fajar yang mengetahui aku mulai aneh langsung mengajakku pergi dari situ.
"Yuk La, kita ambil minuman"
"Iya" ucapku langsung mengikuti langkah Fajar.
Sepanjang pesta aku hanya terdiam. Apalagi pada saat melihat Aldo memberikan Rena sebuah kalung sebagai kado ulang tahunnya. Rasanya aku ingin menangis menyaksikan adegan romantis itu. Seharusnya aku yang berada di posisi Rena, seharusnya itu aku. Aku hampir meneteskan air mata saat menyadari hal itu sudah tidak mungkin terjadi padaku lagi. Kemudian Fajar menggenggam tanganku dengan erat dan mengajakku pulang.
Sebulan telah berlalu. Aku sudah bisa mengikhlaskan Rena bersama Aldo. Hidupku kini kembali normal. Sekarang aku dan Fajar sangat akrab.
Fajar, Fajar, Fajar. Orang yang paling mengerti perasaanku saat ini. Orang yang selalu ada kapanpun saat aku membutuhkannya. Orang yang bisa membuatku tertawa setelah beban berat yang menimpaku belakangan ini. Dialah orang yang berhasil membuatku bangkit dari keterpurukan. Dia bagaikan matahari yang membuat hidupku kembali bersinar. Aku selalu merasa bahagia apabila berada dekat dengannya. Jujur, aku mulai menyukainya.
Pada suatu pagi, seperti biasa aku dan Fajar lari pagi. Kemudian aku dan Fajar singgah di taman dekat rumah Fajar. kami duduk tepat di bangku paling ujung tempat kami bertemu beberapa bulan yang lalu.
"Huaah, capeknya!" kataku.
Kami mengobrol ringan kurang lebih 15 menit, kemudian tiba-tiba Fajar terdiam, aku pun terdiam. Kami terdiam cukup lama.
"La, a..aku pengen ngomong sesuatu" kata Fajar dengan agak terbata-bata.
"Apa?" kataku.
"Emm".
"Mau ngomong apa sih?" tanyaku penasaran.
"Begini. Aku.."
"Apa sih?" aku semakin penasaran. "Mending cepat deh ngomongnya, udah siang nih"
"Ya udah gak jadi. Kita pulang aja yuk", katanya.
Aku langsung berdiri dari bangku dan mau pulang, tiba-tiba Fajar memegang tanganku.
"La, aku suka kamu. Mau nggak jadi pacarku?" muka Fajar memerah. Aku terdiam beberapa saat, terkejut dengan kata-kata Fajar barusan.
"La?" tanya Fajar.
Aku masi terdiam.
"Hoy!" Fajar mengagetkanku. Aku pun langsung tersadar.
"Ehh. Jangan bercanda deh. Gak lucu tau."
"Aku serius, La." kata fajar sambil menatapku tajam. "Kamu mau gak jadi pacar aku?"
"Maaf", kataku kemudian menggeleng pelan.
"Oh yaudah. Yuk pulang", kata Fajar dengan wajah kecewa.
"Aku belum selesai ngomong tau. Main pulang aja. Maaf, aku nggak bisa nolak jadi pacar kamu."
"HAH?"
"Iya" ucapku sambil tersenyum.
Matahari pagi menjadi saksi cinta aku dan Fajar. Fajar, dialah matahariku. Saat duniaku seakan gelap gulita, dia datang memberikanku setitik cahaya yang membuat duniaku kembali bersinar.

(terinspirasi dari novel my sky, cerita pribadi, sisanya mengarang bebas :D)

Diberdayakan oleh Blogger.

Chat Box